Yuan China Jatuh ke Titik Terendah 19 Bulan Terakhir, Akankah Perang Dagang dengan AS Makin Memanas, Picu Krisis Global, Ancam Ekonomi Indonesia, dan Bagaimana Nasib Investasi Anda?

Kamis, 10 April 2025 oleh aisyiyah

Yuan China Jatuh ke Titik Terendah 19 Bulan Terakhir, Akankah Perang Dagang dengan AS Makin Memanas, Picu Krisis Global, Ancam Ekonomi Indonesia, dan Bagaimana Nasib Investasi Anda?

Yuan China Jatuh ke Titik Terendah 19 Bulan di Tengah Eskalasi Perang Dagang dengan AS

Bayangan perang dagang kembali menghantui pasar global. Nilai tukar yuan China terhadap dolar Amerika Serikat (AS) merosot ke level terendah dalam 19 bulan terakhir pada Rabu (9/4/2025). Kekhawatiran pasar atas eskalasi perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia ini menjadi pemicu utama pelemahan tersebut.

Yuan onshore (CNY) tercatat melemah 0,2 persen, menyentuh angka 7,3498 per dolar AS pada perdagangan siang. Bahkan, sempat menyentuh level 7,3505, titik terlemah sejak September 2023. Yuan offshore (CNH) juga mengalami tekanan, sempat merosot lebih dari 1 persen ke level 7,4288 per dolar AS pada sesi malam sebelumnya. Meskipun kemudian memangkas kerugian dan naik 0,62 persen menjadi 7,3812 per dolar AS dalam perdagangan Asia, bayang-bayang pelemahan masih terasa kuat.

Pemicu utama penurunan ini adalah kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menerapkan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara, termasuk bea masuk sebesar 104 persen untuk produk-produk asal China. Kebijakan ini seakan meniup bara api dalam konflik dagang yang telah lama membara antara Beijing dan Washington.

“Pergerakan yuan offshore terhadap dolar semalam cukup signifikan, terutama setelah pengumuman tarif tambahan dari Trump,” ujar Carol Kong, analis mata uang dari Commonwealth Bank of Australia. Ia bahkan memprediksi yuan offshore bisa mencapai 7,7 per dolar AS pada akhir kuartal ketiga, atau bahkan lebih cepat jika ketegangan dagang terus meningkat.

Upaya Bank Sentral China Menjaga Stabilitas

Di tengah gejolak ini, Bank Rakyat China (PBoC) berupaya keras menjaga stabilitas yuan. PBoC menetapkan nilai tengah yuan (fixing rate) di level 7,2066 per dolar AS, titik terlemah sejak 11 September 2023. Meskipun demikian, nilai ini masih lebih kuat 1.282 poin dari estimasi Reuters. Hal ini menunjukkan keengganan bank sentral untuk membiarkan yuan terdepresiasi secara drastis.

Beberapa bank milik negara juga dilaporkan aktif menjual dolar AS di pasar domestik. Langkah ini merupakan intervensi untuk memperlambat laju pelemahan yuan dan menjaga stabilitas pasar.

“Regulator dan pemerintah tampaknya lebih memilih meredam gejolak pasar daripada mengirim sinyal yang mengejutkan,” kata Lei Zhu, kepala divisi pendapatan tetap Asia di Fidelity International, Hong Kong.

Baik yuan onshore maupun offshore telah melemah lebih dari 1 persen terhadap dolar AS hanya dalam bulan ini. Pelemahan yuan memang bisa meningkatkan daya saing ekspor China. Namun, depresiasi yang terlalu tajam justru dapat memicu aliran modal keluar dan mengancam stabilitas finansial negara tersebut. Situasi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah China dalam menjaga keseimbangan ekonomi di tengah pusaran perang dagang.

FAQ: Yuan China Melemah

1. Pertanyaan dari Ani: Apa dampak langsung pelemahan yuan terhadap masyarakat Indonesia?

Jawaban dari Sri Mulyani Indrawati: Pelemahan yuan bisa membuat barang impor dari China menjadi lebih murah bagi konsumen Indonesia. Namun, di sisi lain, ekspor Indonesia ke China bisa menjadi kurang kompetitif.

2. Pertanyaan dari Budi: Apakah pemerintah Indonesia punya strategi untuk menghadapi fluktuasi yuan ini?

Jawaban dari Perry Warjiyo: Bank Indonesia senantiasa memantau pergerakan nilai tukar dan siap melakukan intervensi di pasar valas jika diperlukan untuk menjaga stabilitas rupiah.

3. Pertanyaan dari Citra: Bagaimana perang dagang AS-China bisa mempengaruhi investasi di Indonesia?

Jawaban dari Bahlil Lahadalia: Perang dagang bisa menciptakan peluang bagi Indonesia untuk menarik investasi yang beralih dari China. Kami terus berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif.

4. Pertanyaan dari Dedi: Apakah ada risiko resesi global akibat perang dagang ini?

Jawaban dari Chatib Basri: Risiko resesi global memang ada, meskipun tidak bisa dipastikan. Perang dagang yang berkepanjangan dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi global.

5. Pertanyaan dari Eka: Bagaimana nasib eksportir Indonesia jika yuan terus melemah?

Jawaban dari Thomas Lembong: Eksportir Indonesia perlu meningkatkan daya saing produk dan mencari pasar alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada pasar China.

6. Pertanyaan dari Fajar: Apa saran untuk investor ritel di tengah ketidakpastian ini?

Jawaban dari Destry Damayanti: Diversifikasi portofolio investasi sangat penting untuk mengurangi risiko. Konsultasikan dengan penasihat keuangan untuk strategi investasi yang sesuai dengan profil risiko Anda.