Temukan Kisah Sedih, 4 Merek Besar dan Terkenal yang Bangkrut di Indonesia, Dulu Jaya Kini Terlupa

Selasa, 20 Mei 2025 oleh aisyiyah

Temukan Kisah Sedih, 4 Merek Besar dan Terkenal yang Bangkrut di Indonesia, Dulu Jaya Kini Terlupa

4 Merek Terkenal Indonesia yang Kini Tinggal Kenangan

Dunia bisnis itu keras. Tidak semua merek, sekalipun besar dan dicintai, bisa bertahan selamanya. Di Indonesia, beberapa nama yang dulu sangat akrab di telinga kita, sayangnya, harus menyerah pada perubahan zaman dan persaingan yang ketat. Kisah mereka ini bisa jadi pelajaran berharga bagi kita semua.

Dari industri minuman legendaris, jaringan ritel modern yang digandrungi anak muda, hingga produsen jamu tradisional dan ikon fotografi dunia, semuanya pernah merasakan puncak kejayaan. Namun, berbagai tantangan, mulai dari masalah internal perusahaan, manajemen yang kurang tepat, hingga ketidakmampuan beradaptasi dengan teknologi baru, akhirnya memaksa mereka untuk gulung tikar.

Kisah Pahit Para Raksasa:

Sariwangi: Siapa yang tak kenal teh celup Sariwangi? Merek ini sudah menemani keluarga Indonesia sejak tahun 70-an. Sayangnya, sang pelopor teh celup ini harus mengakhiri perjalanannya karena terlilit utang yang tak mampu lagi dibayarkan.

Nyonya Meneer: Nama ini adalah legenda dalam dunia jamu Indonesia. Bahkan, merek ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda! Namun, setelah hampir satu abad berkiprah, konflik keluarga dan tumpukan utang memaksa Nyonya Meneer untuk menutup usahanya. Sungguh disayangkan.

7-Eleven: Waralaba minimarket asal Amerika Serikat ini sempat menjadi tempat nongkrong favorit di kota-kota besar Indonesia. Sayangnya, 7-Eleven tak mampu bertahan lama. Masalah operasional dan perubahan strategi bisnis menjadi alasan utama mereka angkat kaki dari Indonesia.

Kodak: Dulu, Kodak adalah raja fotografi. Merek ini menjadi andalan untuk mengabadikan momen-momen penting. Namun, Kodak gagal mengantisipasi perubahan ke era digital. Akibatnya, mereka kehilangan pangsa pasar dan akhirnya mundur dari Indonesia.

Pelajaran Berharga:

Kisah pilu merek-merek besar ini mengajarkan kita bahwa nama besar saja tidak cukup untuk menjamin kesuksesan. Keberhasilan di masa lalu bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan inovasi, adaptasi terhadap perkembangan teknologi, dan pemahaman mendalam tentang perilaku konsumen yang terus berubah.

Tata kelola perusahaan yang baik, kepekaan terhadap dinamika pasar, dan kemauan untuk terus bertransformasi adalah kunci utama untuk bertahan dan berkembang di era kompetisi global yang semakin kompleks ini. Mari belajar dari kesalahan para pendahulu agar kita bisa membangun bisnis yang tangguh dan berkelanjutan.

Supaya bisnis kamu tidak mengalami nasib yang sama seperti merek-merek yang telah disebutkan, berikut adalah beberapa tips yang bisa kamu terapkan:

1. Kelola Keuangan dengan Disiplin - Catat setiap pemasukan dan pengeluaran dengan detail. Jangan sampai pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Buat anggaran yang realistis dan patuhi anggaran tersebut. Misalnya, gunakan aplikasi pencatatan keuangan untuk memantau kondisi keuangan bisnismu secara real-time.

Dengan pengelolaan keuangan yang baik, kamu bisa menghindari terlilit utang seperti yang dialami oleh beberapa merek di atas.

2. Beradaptasi dengan Perubahan Teknologi - Jangan terpaku pada cara-cara lama. Manfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan menjangkau pasar yang lebih luas. Contohnya, jika dulu berjualan hanya mengandalkan toko fisik, sekarang kamu bisa membuka toko online atau memanfaatkan media sosial untuk promosi.

Kodak adalah contoh nyata bagaimana ketidakmampuan beradaptasi dengan teknologi bisa menghancurkan sebuah bisnis.

3. Kenali dan Pahami Target Pasar - Lakukan riset pasar secara berkala untuk mengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen. Perhatikan tren yang sedang berkembang dan sesuaikan produk atau layananmu dengan kebutuhan pasar. Misalnya, lakukan survei online atau wawancara langsung dengan konsumen untuk mendapatkan feedback yang berharga.

Memahami pasar adalah kunci untuk tetap relevan dan kompetitif.

4. Bangun Tim yang Solid dan Profesional - Rekrut orang-orang yang kompeten dan memiliki visi yang sama denganmu. Berikan pelatihan yang memadai dan ciptakan lingkungan kerja yang positif. Delegasikan tugas dengan jelas dan berikan kesempatan kepada tim untuk berkembang. Ingat, kesuksesan bisnis adalah hasil kerja keras seluruh tim, bukan hanya individu.

Tim yang solid akan membantu kamu menghadapi tantangan dan mencapai tujuan bisnis.

Mengapa Sariwangi, yang begitu terkenal, bisa bangkrut? (Pertanyaan dari Budi Santoso)

Menurut Dr. Ir. Nurdin Abdullah, M.Agr., Gubernur Sulawesi Selatan (2018-2021), "Sariwangi adalah contoh klasik perusahaan yang gagal mengelola utang dengan baik. Meskipun memiliki merek yang kuat, beban utang yang terlalu besar akhirnya menghancurkan bisnis mereka. Ini adalah pelajaran penting bagi semua pengusaha untuk selalu berhati-hati dalam mengambil pinjaman dan mengelola keuangan perusahaan."

Apa yang menyebabkan Nyonya Meneer, sebuah merek jamu legendaris, harus tutup? (Pertanyaan dari Siti Aminah)

Mooryati Soedibyo, pendiri Mustika Ratu, mengatakan, "Kasus Nyonya Meneer sangat kompleks. Selain masalah utang, konflik internal keluarga juga menjadi faktor utama penyebab kebangkrutan. Ini menunjukkan bahwa harmoni dalam keluarga dan manajemen yang profesional sangat penting untuk menjaga kelangsungan bisnis keluarga."

Mengapa 7-Eleven tidak bisa bertahan di Indonesia padahal sempat populer? (Pertanyaan dari Joko Susilo)

Handi Irawan D., CEO Frontier Consulting Group, menjelaskan, "7-Eleven gagal memahami pasar Indonesia dengan baik. Model bisnis mereka yang mengandalkan penjualan minuman beralkohol dan makanan siap saji kurang sesuai dengan budaya dan regulasi di Indonesia. Selain itu, persaingan dengan minimarket lokal yang lebih agresif juga menjadi tantangan berat bagi mereka."

Bagaimana Kodak bisa kehilangan relevansinya di era digital? (Pertanyaan dari Maya Sari)

Menurut Roy Suryo, pakar telematika, "Kodak adalah contoh tragis dari perusahaan yang terlambat beradaptasi dengan perubahan teknologi. Mereka terlalu fokus pada bisnis film konvensional dan gagal melihat potensi besar dari fotografi digital. Akibatnya, mereka kehilangan pangsa pasar dan akhirnya tergerus oleh kompetitor yang lebih inovatif."