Reputasi Dolar AS Terancam, Terkikis, dan Bisa Lenyap, Akankah Dunia Berubah?
Minggu, 20 April 2025 oleh aisyiyah
Reputasi Dolar AS Goyang: Akankah Kejatuhannya Seperti Pound Inggris?
Bayangkan, dolar Amerika Serikat (AS), mata uang yang selama ini dianggap sebagai primadona dan tempat berlindung paling aman di dunia investasi, kini reputasinya sedang di ujung tanduk. Kepercayaan investor mulai terkikis, dan statusnya sebagai safe haven yang telah bertahan lebih dari setengah abad terancam lenyap. Fenomena ini mengingatkan para ekonom pada kejatuhan Pound Inggris di masa lalu.
Associated Press (AP) menyoroti keanehan di tengah ancaman tarif terhadap ekonomi AS: aksi jual dolar. Nilai tukar mata uang memang fluktuatif karena inflasi, kebijakan bank sentral, dan faktor lainnya. Namun, para ekonom khawatir penurunan dolar AS belakangan ini lebih dramatis, mencerminkan sesuatu yang lebih buruk dari sekadar fluktuasi biasa. Mereka mengaitkannya dengan upaya Presiden AS Donald Trump untuk mengubah sistem perdagangan global, yang berujung pada hilangnya kepercayaan terhadap AS.
“Kepercayaan dan ketergantungan global terhadap dolar telah dibangun selama lebih dari setengah abad. Namun, semua itu bisa lenyap dalam sekejap mata,” ungkap Barry Eichengreen, ekonom Universitas California, Berkeley.
Dominasi dolar AS memang tak terbantahkan. Sebagian besar transaksi global menggunakan dolar. Permintaan tetap tinggi meskipun utang federal AS menggunung dan berbagai kebijakan yang biasanya membuat investor lari. Hal ini memungkinkan pemerintah, konsumen, dan bisnis AS meminjam dengan bunga rendah, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan standar hidup.
Dominasi dolar juga menjadi senjata AS untuk menekan negara lain, seperti Venezuela, Iran, dan Rusia, dengan membatasi akses mereka ke mata uang ini. Namun, “hak istimewa” ini kini terancam. Deutsche Bank, dalam catatan untuk kliennya, memperingatkan adanya krisis kepercayaan, sementara Capital Economics menyatakan status dolar sebagai cadangan devisa mulai dipertanyakan.
Secara teori, dolar AS seharusnya menguat karena tarif menurunkan permintaan impor. Kenyataannya justru sebaliknya. Dolar AS melemah tajam, mencapai level terendah dalam tiga tahun. Penurunan ini membingungkan ekonom dan merugikan konsumen AS. Harga barang impor, seperti anggur Prancis dan elektronik Korea Selatan, melonjak, bukan hanya karena tarif, tetapi juga karena dolar yang melemah.
Dampaknya tak berhenti di situ. Konsumen AS juga akan menghadapi suku bunga yang lebih tinggi untuk KPR dan kredit kendaraan. Yang lebih mengkhawatirkan, pemerintah AS berpotensi menghadapi kenaikan suku bunga pada utang federal yang sudah menumpuk. "Sebagian besar negara dengan rasio utang terhadap PDB sebesar itu akan mengalami krisis besar. Satu-satunya alasan AS masih bertahan adalah karena dunia membutuhkan dolar untuk berdagang," ujar Benn Steil, ekonom di Council on Foreign Relations.
Berikut beberapa tips untuk menghadapi potensi pelemahan dolar AS:
1. Diversifikasi Investasi - Jangan hanya menyimpan aset dalam dolar AS. Sebarkan investasi Anda ke berbagai mata uang, emas, atau aset lainnya untuk mengurangi risiko.
Contoh: Selain dolar AS, Anda bisa berinvestasi dalam Euro, Yen Jepang, atau emas.
2. Pantau Perkembangan Ekonomi Global - Ikuti berita dan analisis ekonomi untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi nilai tukar mata uang.
Contoh: Baca berita dari sumber terpercaya seperti Bloomberg, Reuters, dan The Economist.
3. Kelola Utang dalam Dolar AS - Jika Anda memiliki utang dalam dolar AS, pertimbangkan untuk melakukan hedging atau strategi lain untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar.
Contoh: Konsultasikan dengan penasihat keuangan untuk strategi hedging yang tepat.
4. Pertimbangkan Investasi di Dalam Negeri - Pelemahan dolar AS bisa menjadi peluang untuk berinvestasi di aset dalam negeri yang nilainya cenderung meningkat.
Contoh: Investasi di pasar saham atau properti Indonesia.
5. Konsultasi dengan Ahli Keuangan - Diskusikan strategi keuangan Anda dengan ahli keuangan profesional untuk mendapatkan saran yang sesuai dengan kondisi Anda.
Contoh: Temui perencana keuangan untuk mendapatkan saran investasi dan pengelolaan keuangan.
Apakah penurunan dolar AS akan berdampak pada ekonomi Indonesia, Bu Sri Mulyani?
(Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI): Penurunan dolar AS tentu memiliki dampak pada ekonomi Indonesia, baik positif maupun negatif. Ekspor kita ke AS berpotensi meningkat karena barang Indonesia menjadi lebih murah. Namun, impor barang dari AS bisa menjadi lebih mahal. Pemerintah terus memantau perkembangan ini dan menyiapkan langkah-langkah antisipasi.
Bagaimana saran Bapak Perry Warjiyo agar masyarakat tidak panik dengan isu pelemahan dolar AS ini?
(Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia): Masyarakat tidak perlu panik. Fluktuasi nilai tukar adalah hal yang wajar. Bank Indonesia terus menjaga stabilitas rupiah dan memastikan sistem keuangan tetap sehat.
Apa yang harus dilakukan investor, Pak Destry Damayanti, jika dolar AS terus melemah?
(Destry Damayanti, Ekonom Senior): Investor perlu meninjau ulang portofolio investasinya. Diversifikasi aset ke berbagai mata uang dan instrumen investasi dapat mengurangi risiko.
Apakah ada peluang investasi di tengah pelemahan dolar AS ini, Pak Chatib Basri?
(Chatib Basri, Mantan Menteri Keuangan RI): Pelemahan dolar AS bisa menciptakan peluang investasi di aset-aset yang nilainya cenderung meningkat, seperti emas atau komoditas tertentu. Namun, investor perlu berhati-hati dan melakukan analisis yang cermat.
Bagaimana dampaknya terhadap harga barang impor, Ibu Felicia Putri Tjiasaka?
(Felicia Putri Tjiasaka, Pengamat Ekonomi): Pelemahan dolar AS dapat menyebabkan harga barang impor menjadi lebih mahal. Konsumen perlu bijak dalam mengelola pengeluaran dan mencari alternatif produk lokal.
Apakah ada kemungkinan dolar AS pulih kembali, Pak Aviliani?
(Aviliani, Ekonom INDEF): Kemungkinan dolar AS pulih kembali selalu ada. Namun, pemulihannya bergantung pada berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah AS dan kondisi ekonomi global. Kita perlu memantau perkembangannya secara seksama.