Ketahui Tanda,Tanda Kiamat Semakin Nyata, Bahkan Tampak Jelas di Nasi dan Susu, pertanda akhir zaman kah?

Selasa, 20 Mei 2025 oleh aisyiyah

Ketahui Tanda,Tanda Kiamat Semakin Nyata, Bahkan Tampak Jelas di Nasi dan Susu, pertanda akhir zaman kah?

Pemanasan Global Mengintai: Tanda-Tanda 'Kiamat' Justru Ada di Piring Makan Kita?

Foto: Ilustrasi Nasi Putih (Pixabay)

Mungkin tanpa kita sadari, dampak pemanasan global yang sering disebut sebagai tanda-tanda 'kiamat' ternyata sudah merayap masuk ke dalam makanan sehari-hari. Nasi, susu, daging, hingga seafood kini tak luput dari ancaman, yang pada akhirnya bisa memengaruhi kesehatan kita.

Para ahli sepakat, suhu Bumi yang terus meningkat menciptakan lingkungan ideal bagi bakteri dan kuman untuk mengontaminasi makanan. Akibatnya, risiko penyakit bawaan makanan pun ikut melonjak.

Kisah Sumitra Sutar, seorang wanita berusia 75 tahun dari desa Haroli, Maharashtra, India, bisa menjadi contoh nyata. Selama puluhan tahun, nasi dan kari lentil adalah menu andalannya. Namun, lima tahun lalu, tubuhnya tiba-tiba bereaksi aneh setelah menyantap makanan tersebut.

Sumitra mengalami muntah-muntah hebat, hingga 15 kali sehari! Setelah diperiksa, ternyata penyebabnya adalah bakteri yang menghasilkan racun berbahaya dalam makanannya. Racun ini menyebabkan muntah, radang mata, hingga infeksi saluran pernapasan.

Pemanasan global memang mempermudah patogen Bacillus cereus tumbuh subur dalam makanan yang disimpan setelah dimasak. Ironisnya, penelitian menunjukkan bahwa memasak nasi di rumah saja seringkali tidak cukup untuk menonaktifkan spora bakteri ini.

Para peneliti dan petugas kesehatan pun gencar memberikan peringatan. Pasokan makanan kita semakin rentan terhadap pembusukan akibat gelombang panas ekstrem, banjir, dan kekeringan yang semakin sering terjadi. Hal ini meningkatkan risiko kontaminasi dan wabah penyakit bawaan makanan.

Panas ekstrem mempercepat pembusukan makanan karena bakteri berkembang biak lebih cepat. Banjir besar dapat mencemari tanaman dengan limbah, sementara kelembapan tinggi memicu pertumbuhan bakteri Salmonella pada selada dan sayuran mentah lainnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, setiap tahun ada 600 juta orang sakit akibat penyakit bawaan makanan, yang menyebabkan 420.000 kematian. Anak-anak di bawah usia 5 tahun adalah kelompok yang paling rentan, dengan 125.000 anak kehilangan nyawa setiap tahunnya karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.

Masalah ini diperparah oleh praktik pertanian dan rantai pasokan pangan global yang kurang ramah lingkungan. Sebuah studi yang diterbitkan dalam eBiomedicine menemukan bahwa setiap kenaikan suhu 1 derajat Celcius, ancaman Salmonella non-tifoid dan Campylobacter meningkat 5%. Bakteri-bakteri ini menyebabkan keracunan makanan.

Suhu Ekstrem, Sarang Bakteri

Desa tempat tinggal Sumitra mengalami kenaikan suhu yang signifikan dalam satu dekade terakhir. Musim panas di sana bisa mencapai 43 derajat Celcius. Warga di wilayah tersebut melaporkan peningkatan kasus keracunan makanan.

"Peningkatan temperatur mendorong pertumbuhan bakteri seperti Listeria, Campylobacter, dan Salmonella di makanan seperti daging, produk susu, dan seafood," kata Ahmed Hamad, dosen di Benha University, Mesir.

Sebuah studi di Meksiko Barat Laut meneliti bagaimana faktor lingkungan memengaruhi penyebaran spesies Salmonella yang memicu beragam penyakit dari makanan. Penelitian lain yang dirilis di Applied and Environmental Microbiology menemukan bahwa perubahan iklim akan meningkatkan risiko penyakit dari makanan yang disebabkan Salmonella. Bakteri ini telah berdampak pada 1,2 juta orang di AS setiap tahunnya.

"Selama gelombang panas, level patogen mikroorganisme di produk-produk makanan bisa meningkatkan risiko penyakit," tertulis dalam laporan tersebut.

Selain gelombang panas, banjir bisa menyebabkan limpahan kotoran ternak dari lahan penggembalaan yang berdekatan dengan lahan pertanian, sehingga mencemari hasil pertanian, termasuk sayur-sayuran yang biasanya dikonsumsi mentah.

"Memasak makanan dengan suhu 70 derajat Celcius selama setidaknya 2 menit bisa menghancurkan patogen yang menempel di permukaan makanan," kata Martin Richter, kepala unit keamanan makanan di German Federal Institute for Risk Assessment.

Perlunya Edukasi yang Lebih Mendalam

Para ahli menekankan perlunya edukasi yang lebih mendalam bagi masyarakat terkait bahaya perubahan iklim dalam meningkatkan risiko penyakit dari makanan.

"Banyak orang menilai perubahan iklim semata-mata sebagai isu lingkungan, tanpa melihat efeknya ke kesehatan publik, termasuk peningkatan risiko penyakit dari makanan," kata Hamad.

Hamad menambahkan, ada kesalahpahaman di masyarakat bahwa cuaca dingin bisa membunuh patogen. Padahal, beberapa bakteri seperti Listeria tetap dapat tumbuh pada temperatur dingin. Hal ini memicu risiko pada perubahan iklim yang membuat cuaca dingin menjadi tidak dapat diprediksi.

Padmashri, seorang pekerja medis di desa Haroli, mengatakan penduduk setempat sering menginterupsi ketika ia menjelaskan tentang alasan di balik meningkatnya penyakit dari makanan. Mereka beranggapan bahwa penyakit dari makanan semata-mata disebabkan penanganan yang buruk. Ia harus bersabar dalam menjelaskan bahwa perubahan iklim menjadi faktor utama munculnya penyakit dari makanan.

"Orang-orang tak mau menerima bahwa perubahan iklim menyebabkan penyakit dari makanan," kata dia. Ia mengatakan penduduk di desanya tidak mau peduli terkait isu perubahan iklim dan dampaknya, meski sudah dirasakan langsung.

Sahabat, perubahan iklim memang berdampak pada makanan kita. Tapi jangan khawatir, ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan untuk melindungi diri dan keluarga dari risiko penyakit bawaan makanan:

1. Cuci Tangan dengan Benar - Sebelum menyiapkan atau mengonsumsi makanan, pastikan Anda mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama minimal 20 detik. Ini adalah langkah dasar yang sangat efektif untuk menghilangkan bakteri dan kuman yang mungkin menempel di tangan Anda. Bayangkan saja, setelah memegang uang atau memegang gagang pintu di tempat umum, tangan kita bisa menjadi sarang kuman. Jadi, jangan lupa cuci tangan ya!

2. Masak Makanan Hingga Matang Sempurna - Pastikan makanan, terutama daging, unggas, dan seafood, dimasak hingga matang sempurna. Gunakan termometer makanan untuk memastikan suhu internal mencapai tingkat yang aman. Misalnya, daging ayam harus mencapai suhu 74 derajat Celcius. Memasak dengan benar akan membunuh sebagian besar bakteri berbahaya yang mungkin ada dalam makanan.

3. Simpan Makanan dengan Benar - Jangan biarkan makanan yang sudah dimasak berada di suhu ruangan lebih dari 2 jam. Simpan makanan di lemari es dengan suhu di bawah 5 derajat Celcius. Sisa makanan sebaiknya segera disimpan dalam wadah kedap udara dan dimasukkan ke dalam kulkas. Ingat, bakteri berkembang biak dengan cepat pada suhu ruangan, jadi penyimpanan yang tepat sangat penting.

4. Pilih Sumber Makanan yang Terpercaya - Usahakan untuk membeli makanan dari sumber yang terpercaya dan memiliki standar kebersihan yang baik. Perhatikan kebersihan tempat penjualan, tanggal kedaluwarsa produk, dan kondisi fisik makanan. Jika memungkinkan, pilih produk lokal yang lebih segar dan memiliki rantai pasokan yang lebih pendek.

Apakah benar nasi sisa kemarin lebih berbahaya, Pak Budi?

Menurut Prof. Dr. Ir. Budi Santoso, M.Sc., ahli mikrobiologi pangan dari IPB University, nasi sisa kemarin memang berpotensi lebih berbahaya karena bakteri Bacillus cereus bisa tumbuh dan menghasilkan racun. Namun, jika disimpan dengan benar di kulkas dan dipanaskan dengan baik sebelum dikonsumsi, risikonya bisa diminimalkan.

Bagaimana cara terbaik mencuci sayuran agar aman dari bakteri, Bu Ani?

Dr. Ani Wijaya, seorang ahli gizi dari Universitas Indonesia, menyarankan untuk mencuci sayuran di bawah air mengalir sambil digosok perlahan. Anda juga bisa merendam sayuran dalam air garam selama beberapa menit untuk membantu menghilangkan kotoran dan bakteri. Pastikan juga untuk mengeringkan sayuran sebelum disimpan.

Apakah suhu kulkas yang ideal untuk menyimpan makanan, Mas Joko?

Joko Susilo, seorang teknisi kulkas berpengalaman, menjelaskan bahwa suhu ideal kulkas untuk menyimpan makanan adalah antara 1 hingga 4 derajat Celcius. Suhu ini cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan menjaga kesegaran makanan lebih lama. Pastikan juga kulkas Anda tidak terlalu penuh agar sirkulasi udara tetap lancar.

Benarkah pemanasan global memperburuk risiko keracunan makanan, Mbak Rina?

Menurut Rina Kartika, seorang aktivis lingkungan dari Greenpeace Indonesia, pemanasan global memang memperburuk risiko keracunan makanan. Suhu yang lebih tinggi menciptakan kondisi ideal bagi bakteri untuk berkembang biak lebih cepat, sehingga meningkatkan risiko kontaminasi makanan.

Makanan apa saja yang paling rentan terkontaminasi bakteri, Pak Herman?

Herman Susanto, seorang pedagang makanan tradisional, mengatakan bahwa makanan yang paling rentan terkontaminasi bakteri biasanya adalah makanan yang mengandung protein tinggi, seperti daging, ayam, ikan, dan produk susu. Makanan yang diolah dengan kurang bersih juga lebih berisiko.

Apa yang bisa kita lakukan sebagai konsumen untuk mengurangi risiko penyakit bawaan makanan, Ibu Sinta?

Sinta Dewi, seorang ibu rumah tangga sekaligus pegiat gaya hidup sehat, menyarankan agar kita sebagai konsumen lebih teliti dalam memilih dan mengolah makanan. Perhatikan kebersihan, masak hingga matang, simpan dengan benar, dan selalu utamakan sumber makanan yang terpercaya. Dengan langkah-langkah sederhana ini, kita bisa melindungi diri dan keluarga dari risiko penyakit bawaan makanan.