Ketahui Skandal Penguasaan Lahan! 1,8 Juta Hektar Tanah di Indonesia Dikuasai Satu Keluarga, Ada Apa Sebenarnya di Baliknya?
Jumat, 9 Mei 2025 oleh aisyiyah
Ketimpangan Penguasaan Lahan: Satu Keluarga Kuasai 1,8 Juta Hektar di Indonesia
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan sebuah fakta yang mencengangkan: ada satu keluarga di Indonesia yang menguasai lahan seluas 1,8 juta hektar. Angka ini menyoroti ketimpangan yang sangat besar dalam penguasaan tanah di Indonesia.
"Di Nusa Tenggara Barat (NTB), warga kecil, termasuk dari Nahdlatul Wathan, seringkali berkonflik hanya karena mencari sepetak tanah satu atau dua hektar saja. Tapi bayangkan, ada satu keluarga yang menguasai sampai 1,8 juta hektar. Ini jelas ketimpangan struktural yang perlu segera diatasi," tegas Nusron, seperti dikutip dari situs resmi Kementerian ATR/BPN, Senin (5/5/2025).
Meski demikian, Nusron tidak menyebutkan secara spesifik identitas keluarga yang memiliki kuasa atas lahan yang sangat luas tersebut.
Lebih lanjut, Nusron menjelaskan bahwa dari total 170 juta hektar lahan di Indonesia, 70 juta hektar di antaranya adalah kawasan non-hutan. Ironisnya, sekitar 46 persen dari lahan non-hutan ini, atau sekitar 30 juta hektar, dikendalikan oleh hanya 60 keluarga besar pemilik korporasi.
Menyikapi kondisi ini, Presiden Prabowo Subianto memberikan tugas khusus kepada Menteri ATR/BPN untuk menata ulang sistem pembagian dan pengelolaan tanah, termasuk Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Penataan ini akan berlandaskan pada tiga prinsip utama: keadilan, pemerataan, dan kesinambungan ekonomi.
"Bagi mereka yang sudah menguasai tanah luas, jangan ditambah lagi. Yang kecil kita bantu untuk berkembang, dan yang belum punya, kita carikan tanah. Itulah konsep keadilan yang sedang kita perjuangkan," imbuhnya.
Nusron juga membuka pintu kerja sama antara Kementerian ATR/BPN dan Nahdlatul Wathan. "Kami siap bekerja sama dengan Nahdlatul Wathan, seperti halnya kami sudah bermitra dengan PBNU, Muhammadiyah, Persis, dan MUI. Karena Indonesia ini besar dan mayoritas penduduknya adalah umat Islam, dan di dalamnya ada Nahdlatul Wathan. Tidak boleh ada yang tertinggal dalam gerbong pembangunan," pungkasnya.
Kabar tentang ketimpangan penguasaan lahan ini tentu membuat kita bertanya-tanya, bagaimana kita bisa berkontribusi dalam menciptakan keadilan dalam pemanfaatan lahan? Berikut beberapa tips yang bisa kita terapkan:
1. Manfaatkan Lahan Pekarangan - Jangan biarkan pekarangan rumah Anda kosong. Tanamlah sayuran, buah-buahan, atau tanaman obat. Selain menambah keindahan, Anda juga bisa mendapatkan hasil panen untuk kebutuhan sehari-hari. Misalnya, menanam cabai, tomat, atau kangkung di pot.
Ini adalah langkah kecil yang berdampak besar!
2. Dukung Program Pemerintah tentang Reforma Agraria - Cari tahu informasi tentang program reforma agraria yang dijalankan oleh pemerintah. Jika Anda memenuhi syarat, jangan ragu untuk mendaftar dan mendapatkan kesempatan memiliki lahan yang produktif. Misalnya, program redistribusi lahan kepada petani.
Dengan mendukung program ini, Anda turut berkontribusi dalam pemerataan kepemilikan lahan.
3. Berkolaborasi dengan Kelompok Tani - Jika Anda memiliki lahan yang cukup luas, pertimbangkan untuk bekerja sama dengan kelompok tani setempat. Dengan berbagi pengetahuan dan sumber daya, Anda bisa meningkatkan produktivitas lahan dan menciptakan lapangan kerja. Misalnya, membuat sistem irigasi bersama atau mengembangkan produk pertanian unggulan.
Bersama, kita bisa lebih kuat!
4. Prioritaskan Pertanian Berkelanjutan - Hindari penggunaan pestisida dan pupuk kimia berlebihan yang dapat merusak tanah. Beralihlah ke pertanian organik atau menggunakan metode pertanian yang ramah lingkungan. Misalnya, menggunakan pupuk kompos atau memanfaatkan predator alami untuk mengendalikan hama.
Lahan yang sehat adalah warisan untuk generasi mendatang.
5. Edukasi Diri tentang Hak atas Tanah - Pelajari tentang hak-hak Anda sebagai pemilik atau pengguna lahan. Ketahui prosedur yang benar dalam mengurus sertifikat tanah atau menyelesaikan sengketa lahan. Misalnya, berkonsultasi dengan notaris atau mengikuti sosialisasi yang diadakan oleh BPN.
Pengetahuan adalah kekuatan!
Mengapa penguasaan lahan yang timpang bisa terjadi, menurut pendapat Bapak Budi Santoso?
Menurut Bapak Budi Santoso, seorang pengamat kebijakan agraria, "Ketimpangan penguasaan lahan seringkali terjadi karena faktor sejarah, regulasi yang lemah, dan praktik spekulasi tanah. Sistem hukum yang kurang tegas dan pengawasan yang kurang efektif juga memperburuk keadaan."
Apa dampak ketimpangan penguasaan lahan terhadap petani kecil, menurut Ibu Ani Kusuma?
Menurut Ibu Ani Kusuma, seorang aktivis petani, "Ketimpangan penguasaan lahan menyebabkan petani kecil kehilangan akses terhadap sumber daya agraria. Mereka kesulitan mendapatkan modal, teknologi, dan pasar, sehingga meningkatkan kemiskinan dan kerentanan."
Bagaimana pemerintah mengatasi masalah ini, menurut Bapak Joko Purnomo, Kepala Biro Humas Kementerian ATR/BPN?
Menurut Bapak Joko Purnomo, "Pemerintah sedang gencar melaksanakan program reforma agraria, termasuk redistribusi lahan, legalisasi aset, dan penataan akses. Kami juga memperkuat pengawasan terhadap praktik spekulasi tanah dan memberantas mafia tanah."
Apa peran masyarakat sipil dalam mengatasi ketimpangan lahan, menurut Mbak Rina Lestari, Direktur Eksekutif WALHI?
Menurut Mbak Rina Lestari, "Masyarakat sipil memiliki peran penting dalam mengadvokasi hak-hak petani, mengawasi kebijakan pemerintah, dan memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang pentingnya keadilan agraria. Kita harus terus menyuarakan aspirasi kaum marginal dan mendorong perubahan sistemik."
Bagaimana pandangan tokoh agama seperti Ustadz Ahmad Syarif tentang keadilan dalam penguasaan lahan?
Menurut Ustadz Ahmad Syarif, "Dalam ajaran Islam, keadilan adalah prinsip utama dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Penguasaan lahan yang berlebihan oleh segelintir orang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan pemerataan yang diajarkan agama."