Ketahui Rencana Ambisius, Mantan Bos Google Bangun Data Center di Luar Angkasa demi masa depan cerah
Sabtu, 10 Mei 2025 oleh aisyiyah
Mantan Bos Google Punya Ide Gila: Bangun Pusat Data di Luar Angkasa!
Bayangkan sebuah pusat data raksasa tidak berada di bumi, melainkan melayang di angkasa. Ide futuristik ini bukan sekadar mimpi, lho! Eric Schmidt, mantan CEO Google, ternyata punya rencana ambisius untuk mewujudkannya.
Di saat perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft mulai melirik energi nuklir untuk mendukung kebutuhan daya pusat data mereka, Schmidt, yang kini terjun ke industri kedirgantaraan melalui Relativity Space, punya visi yang lebih out of the box: memanfaatkan energi matahari langsung di luar angkasa.
Schmidt melihat bahwa kebutuhan energi untuk pusat data semakin menggila. "Pembangkit listrik tenaga nuklir di AS rata-rata menghasilkan 1 gigawatt. Sekarang, perusahaan membangun pusat data yang membutuhkan 10 gigawatt. Angka ini diperkirakan akan terus melonjak," ujarnya saat berbicara di depan Komite Energi dan Perdagangan AS.
Menurutnya, satu-satunya cara untuk memenuhi lonjakan permintaan energi, terutama di tengah booming kecerdasan buatan (AI), adalah dengan memanfaatkan sumber energi yang tak terbatas: matahari di luar angkasa. Ini juga menjadi alasan utama mengapa Schmidt mengakuisisi saham mayoritas Relativity Space pada Maret 2025.
Meskipun detailnya masih dirahasiakan, gagasan ini cukup menarik perhatian. Relativity Space dianggap sebagai salah satu perusahaan yang paling mungkin mewujudkan proyek ambisius ini secara ekonomis. Mengapa? Karena mereka memiliki roket besar dan kendali penuh atas akses ke luar angkasa.
Perusahaan seperti SpaceX dan Blue Origin, meskipun memiliki teknologi canggih, dimiliki oleh Elon Musk dan Jeff Bezos. Ini bisa membatasi akses bagi pihak lain yang ingin menggunakan layanan mereka. Sementara itu, roket Vulcan dari United Launch Alliance tergolong mahal, dan wahana Neutron buatan Rocket Lab dianggap terlalu kecil untuk misi sebesar ini.
Relativity Space sendiri sedang mengembangkan roket bernama Terran R. Roket ini dirancang agar sebagian komponennya dapat digunakan kembali, sehingga dapat mengurangi biaya peluncuran. Terran R mampu membawa muatan hingga 33,5 ton ke orbit rendah bumi dalam mode sekali pakai, atau 23,5 ton dalam mode penggunaan kembali.
Untuk mewujudkan visinya, Schmidt kabarnya sedang mencari mitra pendanaan tambahan. Kekayaannya yang "hanya" sekitar 20 miliar dollar AS (sekitar Rp 330 triliun) dirasa belum cukup untuk mendanai proyek ambisius ini, mengingat Elon Musk dan Jeff Bezos memiliki kekayaan yang jauh lebih besar.
Teknologi terus berkembang pesat. Agar kita tidak ketinggalan, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mempersiapkan diri. Yuk, simak tips berikut ini!
1. Pelajari Dasar-Dasar Pemrograman - Pemahaman dasar tentang pemrograman akan membantu Anda memahami cara kerja teknologi di sekitar Anda. Anda bisa mulai dengan bahasa pemrograman yang mudah dipelajari seperti Python atau JavaScript. Banyak sumber belajar gratis yang tersedia secara online, lho!
2. Ikuti Perkembangan AI - Kecerdasan buatan (AI) semakin merajalela. Cobalah untuk mengikuti berita dan tren terbaru seputar AI. Anda bisa membaca artikel, blog, atau mengikuti webinar tentang AI. Ini akan membantu Anda memahami potensi dan dampaknya di masa depan.
3. Tingkatkan Kemampuan Analitis - Di era digital ini, data sangat penting. Meningkatkan kemampuan analitis akan membantu Anda mengolah dan memahami informasi dengan lebih baik. Anda bisa mengikuti kursus online tentang analisis data atau belajar menggunakan tools seperti Excel atau Google Sheets.
4. Jaga Keamanan Data Pribadi - Dengan semakin banyaknya aktivitas online, penting untuk menjaga keamanan data pribadi Anda. Gunakan password yang kuat, aktifkan otentikasi dua faktor, dan berhati-hatilah terhadap phising. Ini akan membantu melindungi informasi pribadi Anda dari pencurian.
5. Kembangkan Keterampilan Komunikasi - Meskipun teknologi semakin canggih, kemampuan komunikasi tetap penting. Latih kemampuan komunikasi lisan dan tulisan Anda. Ini akan membantu Anda berinteraksi dengan orang lain secara efektif, baik secara online maupun offline.
6. Adaptasi dengan Perubahan - Dunia teknologi selalu berubah. Jangan takut untuk belajar hal baru dan beradaptasi dengan perubahan. Teruslah belajar dan mengembangkan diri, sehingga Anda tidak ketinggalan zaman.
Mengapa Eric Schmidt ingin membangun pusat data di luar angkasa, ya, Pak Budi?
Menurut Dr. Ing. Warsito Purwo Taruno, seorang ilmuwan Indonesia, "Alasan utamanya adalah kebutuhan energi yang sangat besar untuk menjalankan pusat data, terutama dengan perkembangan AI. Memanfaatkan energi matahari di luar angkasa adalah solusi yang menjanjikan karena ketersediaannya yang tak terbatas."
Apakah ide ini realistis untuk diwujudkan dalam waktu dekat, Bu Ani?
Kata Prof. Dr. Eniya Listiani Dewi, seorang ahli nanoteknologi, "Meskipun tantangannya besar, teknologi untuk membangun pusat data di luar angkasa terus berkembang. Dengan investasi dan inovasi yang tepat, bukan tidak mungkin ide ini akan terwujud dalam beberapa tahun ke depan."
Bagaimana dampak lingkungan dari pembangunan pusat data di luar angkasa, Mas Joko?
Menurut Ir. Tri Mumpuni, seorang ahli energi terbarukan, "Pembangunan pusat data di luar angkasa berpotensi mengurangi dampak lingkungan dibandingkan dengan pusat data di bumi yang bergantung pada energi fosil. Namun, perlu ada kajian mendalam tentang dampak peluncuran roket dan pengelolaan sampah di luar angkasa."
Apakah Indonesia bisa ikut berkontribusi dalam proyek ini, Mbak Rini?
Kata Dr. Meutia Hatta Swasono, seorang sosiolog, "Tentu saja! Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan teknologi antariksa dan energi terbarukan. Dengan meningkatkan investasi di bidang ini, kita bisa menjadi bagian dari proyek ambisius ini dan berkontribusi pada kemajuan teknologi global."
Apa tantangan terbesar dalam membangun pusat data di luar angkasa, Pak Herman?
Menurut Dr. Thomas Djamaluddin, seorang astronom, "Tantangan terbesarnya adalah biaya peluncuran yang mahal, teknologi pendinginan yang efisien di lingkungan vakum, dan perlindungan perangkat dari radiasi kosmik. Semua ini membutuhkan inovasi teknologi yang signifikan."
Bagaimana cara agar masyarakat awam bisa memahami konsep ini dengan lebih mudah, Bu Susi?
Kata Susi Pudjiastuti, seorang pengusaha dan mantan menteri, "Kita perlu menjelaskan dengan bahasa yang sederhana dan visualisasi yang menarik. Bayangkan saja, kita punya 'pembangkit listrik tenaga surya raksasa' di luar angkasa yang menyuplai energi bersih untuk semua kebutuhan digital kita. Ini akan membuat orang lebih mudah memahami manfaatnya."