Ketahui Kisah Inspiratif, Anak Pejabat RI Pilih Hidup Sederhana, Menolak Memanfaatkan Nama Orang Tua demi prinsip yang dipegangnya teguh
Kamis, 15 Mei 2025 oleh aisyiyah
Menolak Kemewahan: Kisah Putra R.A. Kartini yang Memilih Hidup Sederhana
Di tengah gemerlap kehidupan anak pejabat yang seringkali memanfaatkan nama besar orang tua, ada kisah inspiratif tentang seorang tokoh yang memilih jalan berbeda. Ia adalah Soesalit, putra tunggal pahlawan emansipasi wanita, R.A. Kartini. Lahir dari keluarga terpandang, Soesalit justru enggan mendompleng popularitas ibunya dan memilih hidup sederhana.
Namanya mungkin tak sepopuler R.A. Kartini, namun bukan karena kurangnya kemampuan, melainkan karena pilihannya sendiri. Soesalit tak ingin meraih kesuksesan dengan hanya bermodalkan nama besar sang ibu.
Lahir dari Keluarga Terhormat
Soesalit dilahirkan dalam keluarga yang memiliki posisi penting. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Djojadiningrat, adalah Bupati Rembang. Ibunya, R.A. Kartini, kelak dikenal sebagai tokoh visioner yang pemikirannya melampaui zamannya.
Namun, Soesalit tidak tergoda untuk memanfaatkan nama besar kedua orang tuanya. Dalam buku "Kartini" (2024), Wardiman Djojonegoro menceritakan bahwa Soesalit sebenarnya memiliki hak untuk menggantikan ayahnya sebagai bupati. Tawaran ini datang berkali-kali dari saudara-saudaranya, namun Soesalit dengan tegas menolak.
Memilih Jalan Pengabdian
Alih-alih menjadi bupati, Soesalit memilih bergabung dengan tentara pada tahun 1943. Ia mendapatkan pelatihan dari tentara Jepang dan kemudian menjadi bagian dari Pembela Tanah Air (PETA). Setelah Indonesia merdeka, Soesalit menjadi bagian dari Tentara Keamanan Rakyat Republik Indonesia (TKR) dan memulai kariernya di dunia militer.
Sitisoemandari Soeroto dalam "Kartini: Sebuah Biografi" (1979) menuliskan bahwa Soesalit terlibat dalam berbagai pertempuran melawan Belanda, yang membuatnya cepat naik pangkat dan semakin dikenal. Puncak kariernya sebagai tentara terjadi pada tahun 1946, ketika ia diangkat menjadi Panglima Divisi II Diponegoro, pasukan penting yang bertugas menjaga ibukota negara di Yogyakarta.
Selain karier militer, Soesalit juga pernah memegang beberapa jabatan sipil, salah satunya sebagai penasehat Menteri Pertahanan di Kabinet Ali Sastro pada tahun 1953.
Menjaga Jati Diri
Menariknya, banyak orang yang tidak mengetahui bahwa Soesalit adalah putra dari R.A. Kartini. Ia memang sengaja tidak menggunakan nama besar ibunya untuk keuntungan pribadi.
Padahal, kisah-kisah Kartini terus menginspirasi dan diceritakan dari generasi ke generasi. Lagu "Ibu Kita Kartini" ciptaan W.R. Soepratman pun sangat populer dan sering dinyanyikan.
Jenderal Nasution, atasan Soesalit, menjadi saksi bagaimana Soesalit tidak pernah membanggakan nama orang tuanya. Bahkan setelah pensiun, Soesalit memilih hidup sederhana sebagai veteran dan tidak meminta hak-hak istimewa.
Menurut Nasution, seperti dikutip dari "Kartini: Sebuah Biografi" (1979), Soesalit sebenarnya bisa saja hidup lebih baik jika ia mengungkapkan identitasnya sebagai putra Kartini. Pasti banyak orang yang bersimpati dan membantunya. Namun, Soesalit tetap teguh pada prinsipnya dan memilih hidup sederhana hingga akhir hayatnya pada 17 Maret 1962.
Kisah Soesalit, putra R.A. Kartini, mengajarkan kita tentang pentingnya kesederhanaan dan kemandirian. Bagaimana cara menanamkan nilai-nilai ini pada anak-anak kita? Yuk, simak tips berikut ini:
1. Berikan Contoh Nyata - Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Tunjukkan pada mereka bagaimana Anda sendiri menjalani hidup sederhana dan bersyukur dengan apa yang dimiliki. Misalnya, alih-alih selalu membeli barang baru, ajarkan mereka untuk memperbaiki barang yang rusak atau mendaur ulang.
Contohnya, ajak anak Anda untuk bersama-sama memperbaiki mainan yang rusak daripada langsung membelikan yang baru.
2. Ajarkan Arti Kerja Keras - Libatkan anak dalam pekerjaan rumah tangga sesuai dengan usia mereka. Ini akan membantu mereka memahami bahwa segala sesuatu membutuhkan usaha dan tidak datang dengan sendirinya.
Misalnya, minta mereka membantu menyapu halaman atau mencuci piring setelah makan.
3. Batasi Paparan Konsumerisme - Hindari terlalu sering mengajak anak ke pusat perbelanjaan atau membiarkan mereka terpapar iklan yang berlebihan. Ajarkan mereka untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Misalnya, saat berbelanja, fokuslah pada barang-barang yang benar-benar dibutuhkan dan hindari membeli barang-barang impulsif yang hanya akan menjadi sampah.
4. Berikan Apresiasi yang Tepat - Jangan selalu memberikan hadiah materi sebagai bentuk apresiasi. Berikan pujian, pelukan, atau waktu berkualitas bersama mereka. Ini akan membantu mereka memahami bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari barang-barang mewah.
Misalnya, alih-alih membelikan mainan mahal saat mereka mendapatkan nilai bagus, berikan mereka pujian tulus dan ajak mereka melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama, seperti membaca buku atau bermain di taman.
Mengapa Bambang memilih untuk tidak menggunakan nama besar orang tuanya?
Menurut Dr. Siti Nurjanah, seorang sosiolog, "Bambang mungkin memiliki prinsip yang kuat untuk meraih kesuksesan dengan usaha sendiri. Hal ini menunjukkan kemandirian dan integritas yang tinggi."
Apa saja tantangan yang dihadapi oleh Rina dalam menjalani hidup sederhana?
Menurut Ibu Ani, seorang psikolog anak, "Tantangan terbesar mungkin adalah tekanan dari lingkungan sekitar yang seringkali mengagungkan gaya hidup mewah. Rina perlu memiliki keyakinan yang kuat untuk tetap teguh pada pilihannya."
Bagaimana cara Rudi bisa menyeimbangkan antara kesederhanaan dan pencapaian karier?
Menurut Bapak Joko Anwar, seorang motivator, "Kunci utamanya adalah fokus pada tujuan yang lebih besar dari sekadar materi. Rudi bisa menggunakan kariernya untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat, sehingga kesederhanaan menjadi bagian dari perjalanan menuju kesuksesan yang bermakna."
Apa yang bisa Laila pelajari dari kisah Soesalit?
Menurut Najwa Shihab, seorang jurnalis, "Laila bisa belajar tentang integritas, kerendahan hati, dan keberanian untuk menjadi diri sendiri. Kisah Soesalit adalah pengingat bahwa nilai sejati seseorang tidak terletak pada nama besar keluarga, melainkan pada kontribusi dan karakter yang dimilikinya."
Bagaimana Yanto bisa mengajarkan nilai kesederhanaan pada anak-anaknya di era digital ini?
Menurut Bapak Seto Mulyadi, seorang pemerhati anak, "Yanto perlu memberikan pemahaman yang bijak tentang penggunaan teknologi dan media sosial. Ajarkan anak-anak untuk menggunakan teknologi secara positif dan produktif, serta hindari membandingkan diri dengan orang lain yang seringkali menampilkan kehidupan yang tidak realistis di media sosial."
Apa pesan utama yang ingin disampaikan oleh kisah Soesalit kepada generasi muda menurut pendapat Citra?
Menurut Maudy Ayunda, seorang aktris dan aktivis, "Kisah Soesalit mengajarkan kita untuk tidak terpaku pada warisan atau privilege yang kita miliki. Yang terpenting adalah bagaimana kita memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memberikan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain, serta berani mengambil jalan yang mungkin tidak populer, tetapi sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini."