Ketahui Hukumnya, Bolehkah Panitia Kurban Mendapatkan Jatah Daging Idul Adha sesuai syariat Islam?

Kamis, 22 Mei 2025 oleh aisyiyah

Ketahui Hukumnya, Bolehkah Panitia Kurban Mendapatkan Jatah Daging Idul Adha sesuai syariat Islam?

Panitia Kurban: Bolehkan Mereka Mendapatkan Jatah Daging?

Idul Adha, momen yang selalu dinanti umat Muslim, identik dengan ibadah kurban. Setiap tanggal 10 Dzulhijjah dan hari-hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah), hewan kurban disembelih sebagai wujud syukur dan ketaatan kepada Allah SWT. Di balik prosesi ini, ada panitia kurban yang bekerja keras, mulai dari penyembelihan hingga pendistribusian daging kepada mereka yang berhak.

Namun, seringkali muncul pertanyaan yang menggelitik: bolehkah panitia kurban menerima bagian daging kurban sebagai "upah" atas kerja keras mereka? Pertanyaan ini penting untuk dijawab dengan merujuk pada dalil-dalil syariat dan pendapat para ulama agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Meskipun tidak ada ayat Al-Qur'an maupun hadis yang secara eksplisit mengatur tentang panitia kurban, keberadaan mereka dianggap penting untuk kelancaran pelaksanaan ibadah kurban. Lalu, bagaimana sebenarnya hukum memberikan sebagian daging kurban kepada panitia?

Hukum Mengupah Jagal dengan Daging Kurban

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dengan tegas menyatakan bahwa panitia tidak diperbolehkan mengambil upah penyembelihan dari hewan kurban. Upah untuk penyembelih sebaiknya dibebankan kepada shohibul kurban (orang yang berkurban) melalui musyawarah atau diambil dari sumber dana lain.

Status panitia dan jagal dalam proses kurban adalah sebagai wakil dari shohibul kurban, bukan sebagai amil (pengelola zakat). Karena posisinya sebagai wakil, mereka tidak berhak mengambil bagian dari hewan kurban sebagai imbalan atas jasa yang diberikan.

Ammi Nur Baits dalam bukunya, Panduan Qurban dari A sampai Z: Mengupas Tuntas Seputar Fiqh Qurban, mengutip riwayat dari Ali bin Abi Thalib RA, "Nabi SAW pernah memerintahkanku untuk mengurusi penyembelihan untanya dan membagikan seluruh bagian dari sembelihan unta tersebut, baik daging, kulit, maupun pelana. Dan aku tidak boleh memberikannya kepada jagal sedikit pun." (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain, Ali RA berkata, "Kami mengupahnya dari uang kami pribadi." (HR Muslim)

Syaikh Abdullah Al-Bassam dalam Taudhihul Ahkam menjelaskan bahwa tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulit hewan kurban sebagai upah. Hal ini disepakati oleh para ulama. Namun, memberikan daging atau kulit sebagai hadiah jika jagal termasuk orang kaya, atau sebagai sedekah jika ia miskin, diperbolehkan.

Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Ibnu Qosim dalam Hasyiyah Al Baijuri As Syafi'i, "Haram menjadikan bagian hewan kurban sebagai upah bagi jagal." Al-Baijuri menambahkan, "Karena mengupah jagal dengan daging kurban sama dengan jual beli. Namun, jika jagal diberi bagian kurban sebagai sedekah, bukan upah, maka tidak haram."

Upah Tidak Sah Jika Disepakati di Awal

Menurut NU Online, memberikan daging kurban sebagai upah kepada penyembelih atau panitia tidak diperbolehkan jika sejak awal disepakati sebagai pembayaran jasa (ujrah). Jika ada kesepakatan bahwa pekerjaan dilakukan dengan imbalan daging kurban, maka ini melanggar ketentuan syariat.

Hal ini ditegaskan dalam kitab Fathul Mu'in karya Zainuddin Al-Malibari:

"Tidak ada upah untuk pekerjaan seperti mencukur rambut, menjahit baju, menggunting, atau mewarnai pakaian milik orang lain jika tidak disyaratkan adanya upah. Jika seseorang menyerahkan pakaiannya kepada penjahit untuk dijahit, lalu penjahit melakukannya tanpa menyebutkan adanya upah atau sesuatu yang mengisyaratkan upah, maka tidak ada upah baginya karena ia dianggap melakukan pekerjaan itu secara sukarela." (Fathul Mu'in, hal. 131)

Artinya, selama tidak ada perjanjian imbalan sejak awal, pemberian daging kurban kepada penyembelih atau panitia tidak dianggap sebagai upah, melainkan bisa dikategorikan sebagai sedekah atau pemberian biasa.

Boleh Menerima Daging sebagai Sedekah atau Ith'am

Panitia kurban tetap boleh menerima daging kurban, asalkan bukan sebagai upah. Penerimaannya bergantung pada kondisi masing-masing:

  • Jika miskin atau membutuhkan, mereka boleh menerima daging kurban atas nama sedekah.
  • Jika mampu atau kaya, mereka boleh menerima atas nama ith'am (pemberian makanan dalam rangka syiar ibadah kurban).

Ibadah kurban sudah selesai, daging sudah didistribusikan. Tapi, bagaimana caranya memastikan daging kurban yang kita terima benar-benar bermanfaat dan berkah? Yuk, simak tips berikut!

1. Prioritaskan yang Paling Membutuhkan - Sebelum membagikan daging kurban, lakukan survei kecil di lingkungan sekitar. Cari tahu siapa saja yang benar-benar membutuhkan, seperti fakir miskin, anak yatim, atau keluarga kurang mampu. Dengan begitu, daging kurban akan tepat sasaran.

Contohnya, kamu bisa bertanya kepada ketua RT/RW setempat untuk mendapatkan data warga yang membutuhkan.

2. Olahlah Daging dengan Cermat - Daging kurban bisa diolah menjadi berbagai macam masakan lezat. Tapi, perhatikan kebersihan dan cara pengolahannya. Pastikan daging dimasak hingga matang sempurna untuk menghindari bakteri berbahaya.

Misalnya, kamu bisa membuat rendang, sate, gulai, atau sop. Jangan lupa tambahkan bumbu rempah yang kaya rasa!

3. Simpan Daging dengan Benar - Jika tidak habis dalam sekali masak, simpan daging kurban dengan benar. Bungkus daging dalam wadah kedap udara atau plastik ziplock, lalu simpan di freezer. Daging yang disimpan dengan benar bisa bertahan hingga beberapa bulan.

Pastikan freezer berfungsi dengan baik dan suhu tetap stabil.

4. Berkreasi dengan Daging Kurban - Jangan terpaku pada masakan yang itu-itu saja. Cobalah resep-resep baru yang kreatif dengan bahan dasar daging kurban. Siapa tahu kamu bisa menciptakan hidangan andalan keluarga!

Contohnya, kamu bisa membuat abon daging, dendeng balado, atau bahkan burger daging kurban.

Apakah Bapak Budi, seorang panitia kurban yang kaya raya, boleh menerima daging kurban?

Menurut Ustadz Abdul Somad, Lc., MA, "Bapak Budi boleh menerima daging kurban, bukan sebagai upah, tapi sebagai ith'am, yaitu pemberian makanan dalam rangka syiar ibadah kurban. Ini adalah bentuk penghormatan dan berbagi kebahagiaan di hari raya."

Ibu Ani adalah seorang penyembelih hewan kurban. Apakah boleh diberikan sebagian daging kurban sebagai upah?

Menurut Prof. Dr. Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, "Tidak diperbolehkan memberikan daging kurban sebagai upah kepada Ibu Ani. Upah sebaiknya diambil dari dana lain. Namun, jika Ibu Ani termasuk golongan yang membutuhkan, ia boleh menerima daging kurban sebagai sedekah."

Saudara Joko membantu mendistribusikan daging kurban. Apakah ia berhak mendapatkan jatah daging kurban?

Menurut Buya Yahya, pengasuh LPD Al-Bahjah, "Saudara Joko berhak mendapatkan jatah daging kurban jika ia termasuk orang yang membutuhkan. Jika ia mampu, ia tetap boleh menerima sebagai bentuk tabarruk (mendapatkan berkah) dan ith'am."

Bagaimana jika Mbak Rina, seorang panitia kurban, sudah terlanjur menerima daging kurban sebagai upah?

Menurut Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag., Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), "Mbak Rina sebaiknya mengganti nilai daging yang ia terima sebagai upah dengan uang tunai kepada shohibul kurban atau disalurkan kepada fakir miskin. Ini sebagai bentuk koreksi atas kesalahan yang telah terjadi."