Dilarang Taliban Bersekolah, Gadis,gadis Afghanistan Jadi Penenun Karpet Demi Masa Depan Suram
Selasa, 15 April 2025 oleh aisyiyah
Mimpi Terkubur Benang: Gadis Afghanistan dan Realitas Pahit Tenun Karpet
Bayangkan cita-cita menjadi pengacara, jurnalis, atau bahkan dokter, pupus begitu saja. Inilah realitas yang dihadapi banyak gadis Afghanistan sejak Taliban kembali berkuasa pada 2021. Larangan bersekolah bagi anak perempuan di atas usia 12 tahun telah menutup pintu menuju masa depan yang mereka impikan, memaksa mereka memasuki dunia tenun karpet, pekerjaan dengan upah rendah dan jam kerja panjang.
Shakila, 22 tahun, adalah salah satu dari sekian banyak gadis yang merasakan pahitnya kenyataan ini. Cita-citanya menjadi pengacara kini tergantikan oleh rutinitas monoton di balik alat tenun. "Kami tidak bisa melakukan hal lain selain menenun karpet," ungkapnya getir. Ia kini memimpin usaha tenun karpet keluarganya, satu dari sedikit pekerjaan yang diizinkan Taliban bagi perempuan.
Ironisnya, meskipun menghasilkan karya seni yang rumit dan indah, keuntungan yang mereka peroleh sangat minim. Shakila bercerita bagaimana sebuah karpet sutra seluas 13 meter persegi, hasil kerja kerasnya bersama dua saudara perempuannya, terjual seharga $18.000 di Kazakhstan. Namun, di Afghanistan sendiri, karpet serupa terpaksa dijual dengan harga jauh lebih murah, menjebak mereka dalam lingkaran kemiskinan.
Kisah Shakila dan keluarganya, yang tinggal di permukiman miskin Dasht-e Barchi, Kabul, mencerminkan perjuangan banyak keluarga Afghanistan. Salah satu kamar di rumah sederhana mereka telah diubah menjadi bengkel tenun, tempat mimpi dan harapan perlahan terkubur benang.
Tragedi bom di Sekolah Menengah Sayed al-Shuhada pada 2021, yang menewaskan 90 orang, sebagian besar siswi, menjadi titik balik bagi Shakila dan saudara-saudarinya. Ketakutan akan tragedi serupa memaksa ayah mereka mengambil keputusan berat: menghentikan pendidikan anak-anak perempuannya. Samira, 18 tahun, yang bermimpi menjadi jurnalis, dan Mariam, 13 tahun, yang belum sempat merajut mimpinya, terpaksa menerima kenyataan pahit ini.
Bukan hanya Shakila dan keluarganya. Di bengkel Elmak Baft, Kabul, ratusan perempuan dan anak perempuan bekerja dalam kondisi yang memprihatinkan. Salehe Hassani, 19 tahun, mantan murid dan calon jurnalis, kini juga menjadi penenun karpet. "Keadaan telah merenggut kesempatan kami untuk belajar," ujarnya dengan senyum tipis.
Meskipun ekspor karpet Afghanistan meningkat, para penenun hanya menerima upah kurang dari satu dolar per hari, meskipun bekerja hingga 10-12 jam. Kontras antara nilai ekspor dan upah yang diterima para penenun semakin mempertegas ketidakadilan yang mereka hadapi.
Di tengah kesulitan dan ketidakpastian, semangat para perempuan muda ini tetap menyala. Saleha, misalnya, tetap gigih belajar bahasa Inggris. Ia bermimpi menjadi dokter dan membangun rumah sakit terbaik di Afghanistan. Mimpi mereka mungkin tertunda, tetapi tidak pernah padam.
Berikut beberapa langkah praktis yang bisa Anda lakukan untuk mendukung perempuan Afghanistan:
1. Donasikan ke organisasi yang mendukung pendidikan perempuan di Afghanistan. - Cari organisasi terpercaya yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dan pendidikan di Afghanistan. Donasi Anda, sekecil apapun, dapat memberikan dampak besar bagi kehidupan mereka. Contohnya, donasi ke lembaga seperti Women for Afghan Women atau Afghan Learning Center.
2. Sebarkan kesadaran tentang isu ini. - Bicara dengan teman, keluarga, dan kolega Anda tentang situasi perempuan di Afghanistan. Bagikan artikel, posting di media sosial, atau ikuti diskusi online untuk meningkatkan kesadaran publik. Semakin banyak orang yang tahu, semakin besar potensi untuk menciptakan perubahan.
3. Dukung bisnis yang memberdayakan perempuan Afghanistan. - Jika memungkinkan, beli produk-produk kerajinan tangan atau karya seni yang dibuat oleh perempuan Afghanistan. Ini merupakan cara konkret untuk mendukung kemandirian ekonomi mereka. Cari informasi tentang bisnis-bisnis tersebut secara online atau melalui organisasi nirlaba.
4. Tulis surat kepada perwakilan pemerintah Anda. - Suarakan keprihatinan Anda tentang situasi di Afghanistan kepada perwakilan pemerintah. Dorong mereka untuk mengambil tindakan diplomatik dan memberikan bantuan kemanusiaan yang berfokus pada perempuan.
5. Volunteer atau bergabung dengan organisasi yang bekerja untuk hak asasi manusia. - Jika Anda memiliki waktu dan keahlian yang relevan, pertimbangkan untuk menjadi sukarelawan atau bergabung dengan organisasi yang berjuang untuk hak asasi manusia, khususnya hak-hak perempuan di Afghanistan. Kontribusi Anda dapat memberikan dampak yang berarti.
Bagaimana dampak larangan sekolah terhadap masa depan perempuan Afghanistan, menurut Ibu Ratih Ibrahim (Psikolog)?
"Larangan sekolah berdampak sangat merugikan bagi perkembangan psikologis dan sosial perempuan Afghanistan. Pendidikan adalah kunci untuk kemandirian, kesejahteraan, dan kemampuan mereka berkontribusi pada masyarakat. Tanpa akses pendidikan, mereka rentan terhadap eksploitasi, kemiskinan, dan diskriminasi."
Apa saja tantangan yang dihadapi perempuan Afghanistan dalam mencari nafkah di bawah pemerintahan Taliban, menurut Bapak Faisal Basri (Ekonom)?
"Pembatasan akses perempuan ke dunia kerja oleh Taliban menciptakan dampak ekonomi yang signifikan. Potensi produktivitas terhambat, angka kemiskinan meningkat, dan pertumbuhan ekonomi tertekan. Selain itu, keterbatasan pilihan pekerjaan membuat perempuan terjebak dalam sektor informal dengan upah rendah dan kondisi kerja yang buruk."
Bagaimana komunitas internasional dapat membantu meningkatkan akses pendidikan bagi perempuan Afghanistan, menurut Ibu Retno Marsudi (Menteri Luar Negeri)?
"Komunitas internasional perlu terus memberikan tekanan diplomatik kepada Taliban agar mencabut larangan sekolah bagi perempuan. Selain itu, dukungan finansial dan teknis untuk program pendidikan alternatif, seperti pembelajaran jarak jauh dan sekolah rahasia, sangat penting untuk memastikan anak-anak perempuan tetap mendapatkan akses pendidikan."
Apa dampak psikologis yang dialami oleh perempuan Afghanistan yang terpaksa meninggalkan pendidikan dan karir mereka, menurut Bapak Nova Riyanti Yusuf (Psikiater)?
"Kehilangan kesempatan untuk mengejar pendidikan dan karir dapat menyebabkan trauma, stres, kecemasan, dan depresi. Perempuan Afghanistan yang mengalami hal ini membutuhkan dukungan psikologis dan konseling untuk mengatasi dampak emosional dan membangun kembali harapan mereka akan masa depan."